Oleh:
Nofrahadi
Sejatinya, mahasiswa adalah kaum intelektual yang disegani oleh masyarakat karena turut berandil besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari masa ke masa mahasiswa sangat berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia. Mahasiswa bertindak sebagai penyambung aspirasi dan pengontrol pelaksanaan pemerintahan. Contohnya, pada masa orde baru silam, tidak mungkin Indonesia reformasi tanpa adanya campur tangan dari mahasiswa. Mahasiswa saat itu berjuang gigih untuk mengubah Indonesia ke keadaan yang lebih baik. Artinya, lebih baik dalam segala bidang terutama bidang pendidikan.
Setelah reformasi, kebebasan dalam menyampaikan pendapat semakin terbuka. Mahasiswa mulai menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah tanpa batas. Hal tersebut menyebabkan peran mahasiswa untuk negeri ini sangat berpengaruh. Sebagian mahasiswa turun ke jalan untuk menegakkan keadilan apabila ada kebijakan pemerintah yang dirasa merugikan masyarakat umum. Mereka berperan aktif untuk menyongsong hari esok yang lebih cerah. Namun, masih saja ada kendala yang dihadapi negeri ini hingga membuat bumi pertiwi meneteskan air mata, salah satunya yaitu permasalahan pendidikan yang tidak kunjung terselesaikan.
Begitu banyak masalah-masalah yang kerap dijumpai dalam dunia pendidikan di Indonesia, dan acap kali yang menjadi korbannya di sini adalah siswa ataupun mahasiswa. Mereka sering dijadikan tumbal sistem pembelajaran atau kurikulum yang berubah-ubah. Belum lagi kebanyakan sistem pendidikan Indonesia lebih banyak menghasilkan manusia robot. Pendidikan yang diberikan kepada mereka ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Kurang seimbangnya antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi malah sebaliknya. Padahal belajar tidak hanya berfikir, justru lebih baik jika diimbangi dengan praktik pada apa yang mereka teorikan.
Selain itu, kesenjangan multidimensi yang dialami oleh masyarakat memperburuk keadaan. Pergantian “elit” yang terjadi sering menimbulkan dampak negatif terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan. Pejabat cenderung mementingkan partai politiknya dan seolah tidak mementingkan aspirasi rakyat. Kekejaman kehidupan yang kadang tak disadari ini membuat masyarakat kecil merana. Bahkan, kesempatan untuk memperoleh pendidikan pun tidak dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Padahal semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945.
Seperti yang telah disebutkan, tentulah mahasiswa dituntut untuk tanggap terhadap semua pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, karena “julukan” sebagai agent of change yang melekat pada mahasiswa. Mentalitas bangsa berada di tangan mahasiswa sebagai kaum intelektual pendorong terwujudnya peningkatan kualitas bangsa yang lebih baik. Seandainya mahasiswa kurang tanggap terhadap suatu hal, maka mahasiswa akan tergerus oleh zaman dan dibodohi oleh kalangan elit saja. Pemikiran-pemikiran individualisme mahasiswa, seharusnya dibuang dan beralih kepada pemikiran sosial yang mementingkan kepentingan rakyat dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahtera. Mahasiswa yang memiliki rasa toleransi tinggi dan berjiwa sosial terhadap lingkungan sekitar dalam era globalisasi seperti saat sekarang sangat dibutuhkan oleh bangsa ini.
Berbicara tentang peningkatan kualitas bangsa yang lebih baik, maka tidak bisa dilepaskan dari kualitas pendidikan di negeri ini. Saat ini dunia pendidikan di Indonesia sedang berkembang. Selayaknya makhluk hidup yang sedang bertumbuh, begitu juga dengan keadaan pendidikan di Indonesia saat ini. Seringnya pergantian kurikulum, sistem pembelajaran, pun dengan tata cara ujian setingkat nasional yang kerap menimbulkan trauma di kalangan peserta didik.
Perkembangan dunia pendidikan tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran mahasiswa. Apalagi mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang akan mengelola semua aspek kehidupan negeri ini di masa yang akan datang. Mahasiswa seharusnya dapat mencerdasi dan menyikapi setiap kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh pemimpin ke depannya. Bukan hanya demikian, mahasiswa sewajarnya turut berpartisipasi langsung. Sebab, keintelektualan mahasiswa dapat dihargai eksistensinya dengan menunjukkan keintelektualannya.
Kualitas bangsa yang baik akan tercermin dari kualitas pendidikannya. Dengan wacana visi-misi yang disampaikan calon pemimpin yang akan dipilih tersebut telah mencerminkan arah pendidikan bangsa ke depannya. Jika mahasiswa tidak mampu mencerdasi hal tersebut dengan baik dan bijak, maka bagaimana mungkin bangsa ini dapat maju. Maka, jadilah mahasiswa yang peduli terhadap kemajuan bangsa, terutama dalam memperjuangkan kesamaan hak setiap warga negara untuk dapat memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Sehingga, dapat mencapai cita-cita UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Semuanya dapat diwujudkan jika setiap bagian dari dunia kependidikan di Indonesia dapat bekerja sama dengan baik demi tujuan yang baik pula. Membenahi pendidikan di Indonesia yang kian terpuruk, tak lepas dari tanggung jawab semua orang. Terlebih lagi mereka, pemimpin-pemimpin yang menunggangi dan memegang kendali, ke mana pendidikan negeri ini akan dibawanya. Jangan sampai peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa menjadi korban dari pendidikan. Agar dunia pendidikan di Indonesia bangkit dari keterpurukannya, sehingga menciptakan generasi-generasi penerus yang memiliki sumber daya manusia yang tinggi, berkepribadian pancasila, dan berkarakter.
“”ganto.co/artikel/498/tonggak-pendidikan-indonesia.html””